Salah satu tantangan terbesar dalam setiap bisnis adalah menentukan harga jual produk. Ini tak hanya terjadi pada bisnis yang baru dimulai, namun juga pada bisnis yang sudah mapan, khususnya yang punya marjin keuntungan rendah karena persaingan yang ketat dengan kompetitor produk sejenis. Masalah paling penting dalam hal harga ini adalah soal risiko. Menetapkan harga terlalu tinggi, risikonya produk tidak laku. Sebaliknya, menetapkan harga terlalu rendah, risikonya tak akan ada untung.
Dilema harga ini sebenarnya bisa dihindari dengan cara mencari informasi yang cukup sebelum menetapkan harga. Jadi, penetapan harga itu sebaiknya setelah melalui pertimbangan yang matang setelah memperoleh informasi dari pasar, pelanggan, serta dari hitung-hitungan Anda sendiri.
Berikut ini 7 kesalahan penetapan harga yang sering terjadi. Jika bisa menghindarinya, tak hanya bisnis Anda menjadi yang terdepan dalam kompetisi, namun juga lebih sehat.
1. Memasang harga terlalu rendah dan selalu mengurangi keuntungan.
Bagi sebagian pelaku bisnis, cara ini bukan sebuah kesalahan, melainkan sudah menjadi strategi. Sayangnya, ini bukan strategi yang bagus. Menetapkan harga terlalu rendah mungkin bagus untuk jajaran produk yang tingkat lakunya tinggi, namun sebeanrnya ini menimbulkan kekacauan pada fondasi bisnisnya sendiri, karena untung Anda mengecil. Sementara untung inilah yang diperlukan untuk mendorong agar bisnis tetap hidup. Jadi, perlu menyesuaikan antara harga dengan untung yang dicari. Dengan pendekatan ini, mungkin Anda tak bisa merangkul konsumen yang 'peka harga'. Namun hal ini justru bagus. Kompetitor yang menerapkan harga terlalu rendah untuk merangkul konsumen ini, nantinya juga akan menyadari bahwa cara itu tidak memberikan keuntungan.
2. Mematok marjin keuntungan yang sama untuk semua produk.
Tidak ada aturan, keharusan, atau teori apapun yang menyatakan bahwa semua produk harus mempunyai marjin keuntungan yang sama. Produk yang lambat laku sebaiknya mempunyai marjin keuntungan yang lebih besar dibanding produk-produk yang cepat laku. Dengan cara ini pun Anda sebaiknya tetap mencari cara untuk meningkatkan value (nilai) dari produk yang laku keras itu agar punya marjin keuntungan yang lebih besar. Perlu diingat, kenaikan keuntungan sedikit saja dampaknya akan besar terhadap keseluruhan bisnis.
3. Tidak paham beda antara marjin dan mark-up.
Marjin keuntungan selalu didasarkan pada harga jual, sementara mark-up selalu didasarkan pada biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi barang. Jangan sampai misalnya, melakukan mark-up 100%, namun harga lalu didiskon 50%, dan setelah dihitung-hitung lagi ternyata harganya sama dengan harga dasar produk, alias tidak mendapat untung sama sekali.
4. Lupa tidak memasukkan semua komponen biaya.
Supaya bisa menetapkan harga dengan benar, setiap biaya yang telah dikeluarkan harus diidentifikasi dan dicatat. Bahkan hal-hal kecil seperti biaya kartu kredit yang 1-3% setiap kali transaksi, akan terakumulasi jika tidak diikutsertakan. Biaya kemas, biaya antar, sampai biaya membeli cutter kecil, juga perlu dimasukkan. Pencatatan dan penghitungan ini penting karena biaya kecil-kecil ini ikut memberikan dampak terhadap bisnis.
5. Menirukan apa yang kompetitor lakukan.
Daripada meniru pola kompetitor -yang mungkin punya proses atau biaya berbeda dalam membuat produk- lebih baik kaji sendiri apa sebenarnya value produk yang Anda tawarkan kepada konsumen. Kemudian hargailah produk Anda sesuai nilai tersebut. Dengan cara ini, Anda punya alasan logis yang kuat jika harga itu dibanding-bandingkan oleh konsumen.
6. Menetapkan komisi berdasar harga jual, bukan dari harga dasar.
Ini sama dengan kasus marjin versus mark-up tadi. Lagi-lagi, keuntungan bersih Anda harus menjadi pegangan. Membayar komisi dari bagian keuntungan Anda sama saja dengan memberikan bisnis Anda kepada tenaga penjualan.
7. Memberi diskon, bukannya menambah nilai.
Diskon selalu memangkas keuntungan. Hanya dengan 10% diskon, sebuah bisnis bisa saja perlu menjual produk 50% lebih banyak agar tetap bisa mempertahankan keuntungan yang sama. Biaya juga meningkat jika selalu bermain-main dengan diskon.
Daripada memotong keuntungan, cobalah cari apakah ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menambah nilai produk, tanpa perlu mengurangi harga. Pertambahan nilai ini artinya bahwa Anda memberikan kepada konsumen sesuatu yang bukan keluar dari porsi keuntungan. Jika dilakukan dengan tepat, added value ini akan memberikan kesan lebih kepada konsumen, yang ujung-ujungnya membuat mereka kembali lagi.
Yang juga patut diingat, Anda tidak akan selalu menang dalam perang harga melawan kompetitor. Namun dengan memahami dilema harga ini, keuntungan yang terselamatkan itu akan membawa usaha Anda tetap hidup dan untung.
Sumber :
http://wanitawirausaha.femina.co.id/WebForm/contentDetail.aspx?MC=001&SMC=004&AR=5
Sumber :
http://wanitawirausaha.femina.co.id/WebForm/contentDetail.aspx?MC=001&SMC=004&AR=5
0 komentar:
Posting Komentar